PENGERTIAN GREBEG MAULUD
Perayaan
Grebeg Sekaten biasa disebut juga Grebeg Maulud atau Grebeg Gunungan dan atau
Grebeg Ageng yang diadakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW yang
diakhiri dengan acara Grebeg Maulud.
Jika kita menelisik sejarah, kata “grebeg” berasal dari
kata “gumrebeg” artinya riuh, ribut dan ramai. Istilah grebeg awalnya
berarti “gerak bersama”, kemudian menjadi “jalan maja”, “iring-iringan”.
Upacara grebeg merupakan upacara terpenting karena mengungkapkan pada tingkat
tertinggi, yaitu tindakan raja yang menggerakkan dunia.
Grebeg Maulud adalah suatu acara yang diprakarsai Sunan
Kalijaga. Aslinya, acara ini adalah tabligh atau pengajian akbar yang
diselenggarakan para wali di depan masjid Demak untuk memperingati Maulud Nabi.
Dalam kesempatan itu juga diadakan musyawarah tahunan
para wali. Di halaman masjid Demak ditempatkan gamelan dan komplek masjid
dihias dengan hiasan yang menarik dan meriah seperti pasar malam. Orang yang
ingin melihat perayaan harus melalui pintu yang disebut Gapura Sembaru dengan mengucapkan syahadat.
Sesudah pengunjung melimpah maka gamelan ditabuh disertai
tembang-tembang keagamaan kemudian diselingi ceramah atau dakwah para wali.
Perayaan itu berlangsung seminggu penuh. Pada jaman itu
belum disebut Grebeg, kata Grebeg baru ada di jaman Keraton Surakarta dan
Yogyakarta.
PROSESI GEREBEG MAULUD
Gerebeg Mulud diselenggarakan
pada hari kedua belas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada
pukul 7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10
unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung,
Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. Setiap unit mempunyai seragam masing-masing.
Parade dimulai dari halaman utara Kemandungan Kraton, kemudian melewati Siti Hinggil
menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun-alun utara.
Pukul 10.00 pagi, Gunungan
meninggalkan kraton didahului oleh pasukan Bugis dan Surokarto. Gunungan dibuat
dari makanan seperti sayur-sayuranan, kacang, lada merah, telor, dan beberapa
pelengkap yang terbuat dari beras ketan. Dibentuk menyerupai gunung,
melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah mataram.
Parade disambut
dengan tembakan-tembakan dan sahut-sahutan oleh pengawal Kraton ketika melewati
alun-alun utara, prosesi semacam ini dinamakan Grebeg. Kata ’grebeg’ berarti
’suara berisik yang berasal dari teriakan orang-orang’. Selanjutnya gunungan
dibawa ke Masjid Agung untuk diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. Orang-orang
biasanya berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya
bahwa makanan tersebut mengandung kekuatan ghaib. Para petani biasanya menanam
sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan kepercayaan ini akan
menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.
Menurut kalender
tahunan Jawa, masih ada perayaan lain yaitu Grebeg Besar dan Grebeg Syawal.
Keduanya biasanya diselenggarakan setelah bulan Ramadan. Grebeg Syawal
dirayakan pada hari pertama Syawal,dan Grebeg Besar dirayakan pada bulan
kesepuluh dari kalender Jawa pada hari raya Kurban (Idul Adha), yang
melambangkan hari pengorbanan umat Muslim.
Grebeg adalah upacara adat berupa
sedekah yang dilakukan pihak kraton kepada masyarakat berupa gunungan.
Kraton Yogyakarta dan Surakarta
setiap tahun mengadakan upacara grebeg sebanyak 3 kali, yaitu Grebeg Syawal
pada saat hari raya Idul Fitri, Grebeg Besar pada saat hari raya Idul Adha, dan
Grebeg Maulud atau sering disebut dengan Grebeg Sekaten pada peringatan Maulid
Nabi Muhammad.
Menilik sejarah, kata “grebeg”
berasal dari kata “gumrebeg” yang berarti riuh, ribut, dan ramai. Tentu saja
ini menggambarkan suasana grebeg yang memang ramai dan riuh.
Gunungan
pun memiliki makna filosofi tertentu. Gunungan yang berisi hasil bumi (sayur
dan buah) dan jajanan (rengginang) ini merupakan simbol dari kemakmuran yang kemudian
dibagikan kepada rakyat.
Pada
upacara grebeg ini, gunungan yang digunakan bernama Gunungan Jaler (pria),
Gunungan Estri (perempuan), serta Gepak dan Pawuhan.
Gunungan
ini dibawa oleh para abdi dalem yang menggunakan pakaian dan peci berwarna
merah marun dan berkain batik biru tua bermotif lingkaran putih dengan gambar
bunga di tengah lingkarannya. Semua abdi dalem ini tanpa menggunakan alas kaki
alias nyeker.
Gunungan
diberangkatkan dari Kori Kamandungan dengan diiringi tembakan salvo dan dikawal
sepuluh bregada prajurit kraton sekitar pukul 10 siang.
Dari
Kamandungan, gunungan dibawa melintasi Sitihinggil lalu menuju Pagelaran di
alun-alun utara untuk diletakkan di halaman Masjid Gedhe dengan melewati pintu
regol.
Saat
berangkat dari kraton, barisan terdepan adalah prajurit Wirabraja yang sering
disebut dengan prajurit lombok abang karena pakaiannya yang khas berwarna
merah-merah dan bertopi Kudhup Turi berbentuk seperti lombok.
Sebagai
catatan, prajurit Wirabraja memang mempunyai tugas sebagai “cucuking laku”,
alias pasukan garda terdepan di setiap upacara kraton.
Kemudian
ketika acara serah terima gunungan di halaman Masjid Gedhe, prajurit yang
mengawal adalah prajurit Bugis yang berseragam hitam-hitam dengan topinya yang
khas serta prajurit Surakarsa yang berpakaian putih-putih.
Prajurit Surakarsa
dan Bugis
Setelah
gunungan diserahkan kepada penghulu Masjid Gede untuk kemudian didoakan oleh
penghulu tersebut, gunungan pun dibagikan.
RANAH KETUHANAN DAN KEBUDAYAAN DALAM GREBEG MAULUD
Secara
subtansial, grebeg memiliki peran penting dalam ranah kebudayaan dan lokalitas
Jawa. Sekaten bekerja sebagai suatu sistem integratif antara akulturisme budaya
Jawa dengan nilai-nilai ke-Islaman. Integrasi nilai kejawen dengan nilai ajaran
islam menghasilkan suatu sistem kepercayaan yang membumi dan mudah diterima
masyarakat (Jawa).
Menurut Mundzirin Yusuf (2009) ada tiga arti penting dari grebeg; pertama,
sebuah representasi relegius, dimana kewajiban sultan adalah untuk menyiarkan
dan melindungi agama islam dalam kerajaan, karena sultan berkedudukan dan
berperan sebagai Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Kedua, nilai
historis, yaitu terkait dengan Sultan yang memiliki kewajiban untuk meneruskan
tradisi warisan raja-raja mataram islam sebelumnya. Ketiga, nilai
kultural yaitu berkaitan dengan upaya memelihara dan melestarikan kebudayaan
Jawa.
Nilai pertama, peran sultan di keraton Mataram (Yogyakarta sekarang) memiliki
dua fungsi, yaitu sebagai penyebar ajaran islam dan pemegang tampuk kekuasaan.
Ini kita bisa kita lihat bagaimana sultan Agung tidak hanya berjuang keras
melawan kolonialisme Belanda dan melakukan diplomasi politik tetapi juga sangat
aktif dalam melakukan islamisasi di Jawa, seperti pembuatan kalender hijriah
dan lain sebagainya.
Grebeg secara kultural merupakan cermin prestasi “manusia Jawa” dalam membaca,
memahami dan menafsir hirarki dan dinamisasi kebudayaan dan adat tradisi.
Grebeg mengimplementasikan peran agama yang bekerja dalam ranah kultural dan
tradisi masyarakat. Grebeg juga merepresentasikan jalan kebudayaan dalam
mencapai keintiman bersama Tuhan. Dalam upacara Grebeg syair keagamaan
senantiasa dilantunkan sebagai warisan Wali Songo melakukan islamisasi di Jawa.
Meminjam istilah Abdul Munir Mulkhan (2007), upacara grebeg merupakan upaya
manusia memahami dan menerapkan ajaran dan mencari serta menghampiri Tuhan.
Kebudayaan merupakan sintesis segala realitas sintetis ketuhanan dan
kemanusiaan. Kebudayaan merupakan sebuah ritus-ritus yang hidup dan aktual di
mana manusia hadir di dalam perjamuan Tuhan dan Tuhan pun hadir dalam
kemanusiaan aktual.
Lewat tradisi dan kebudayaannya masyarakat mencari eksistensi dirinya dalam
berhubungan dengan tuhan. Manusia menempatkan kebudayaan dan kearifan lokal
sebagai lokus iman dalam bercengkrama dengan tuhan. Sehingga terciptalah
aktualitas kebudayaan yang tidak hanya mencerminkan sinkritisme atau
akulturisme, melainkan juga penuh sakralitas dan nuansa keislaman serta keimanan.
Kebudayaan akan menjadi jalan mencapai dan menuju tuhan ketika kualifikasi
ilahiyah kebudayaan islam dijalankan masyarakat dan budaya tidak dianggap
sebagai lawan doktrinal ajaran islam. Sejarah telah mencatat bahwa ajaran islam
di Jawa terutama banyak mengadopsi budaya dalam penyebarannya. Lihalah
misalnya, bagaimana Walisongo dengan arif, cerdas dan bijaksana memodifikasi
kebudayaan dan tradisi masyarakat Jawa dengan nilai ajaran islam tanpa terjebak
pada islamisme, puritanisme atau fundamentalisme agama. Sehingga tercipta
akulturasi budaya yang memperkaya khazanah peradaban manusia.
Nilai kedua, sebagai sebuah tradisi local yang telah berkembang sejak abad
ke-19, posisi sultan sangat sentral dalam menentukan gerak dan jalan kebudayaan
di keraton Yogyakarta. Sultan memiliki otoritas mutlak dalam menentukan arah
kebudayaan akan dibawa. Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa; Silang Budaya (2000:
128) menegaskan bahwa grebeg adalah kelanjutan dari suatu ritual kuno yang
telah terbukti ada sejak abad ke-14 yang berfungsi untuk memulihkan kepaduan
kerajaan.
Upacara grebeg kemudian diakulturasikan dengan nilai islam oleh para raja di
Mataram atau sejak berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Gunungan yang
merupakan simbolisasi akan hadirnya raja dalam upacara grebeg sudah ada
setidaknya sebelum tahun 1888 M.
Pada saat itu, gunungan dijadikan raja untuk melakukan syiar islam dan
sekaligus ungkapan rasa syukur atas keamanan, ketentraman dan kedamaian negara
dan masyarakat. Sebagai ritual terakhir perayaan sekaten, gunungan biasanya
diusung ke halaman masjid kraton dan setelah dibacakan doa, gunungan tersebut
diperebutkan (dirayah) oleh masyarakat. Sebagaimana artinya, grebeg selalu
dipenuhi keributan dan keramaian demi ngalap berkah atas gunungan yang dibawa
abdi dalem atau prajurit kraton.
Nilai ketiga, upacara grebeg berperan sebagai upaya pelestarian kebudayaan Jawa
ketika seluruh elemen masyarakat mampu mengamalkan warisan kebudayaannya dengan
baik dan penuh kesadaran. Kesadaran kebudayaan akan mampu membangkitkan
semangat superioritas dalam mengamalkan warisan budaya leluhur.
AKULTURASI KEBUDAYAAN
Dalam
kosmologi masyarakat Jawa kuno yang masih bertahan sampai sekarang, gunung
merupakan puncak tertinggi alam manusia. Gunung dipersepsikan sebagai tempat
para dewa bersemayam. Maka, gunung dalam persepsi masyarakat Jawa selalu
diasumsikan memiliki kekuatan mistis-magis.
Berkaitan dengan diatas, grebeg memiliki nilai dan makna filosofis yang tinggi
karena ada gunungan yang merepresentasikannya. Gunungan grebeg biasanya berisi
hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan dan jajanan (rengginang)
merupakan nilai semiotika-simbolis dari kemakmuran atau hemayu hayuning
bawana sebuah negeri yang dibagikan atau kepada seluruh rakyatnya.
Semesta simbolis lainnya bahwa gunungan grebeg merupakan simbol komunikasi
kultural seorang raja dengan rakyatnya. Dimana raja merupakan sosok yang sangat
dekat dan peduli terhadapa kondisi sosial dan ekonomi rakyat. Ini sama halnya
dengan gunungan yang bisa dijamah dan diperebutkan oleh siapa pun dengan latar
belakang sosial-budaya manapun. Zaman dulu, grebeg menjadi medium bagi
raja-rakyat berkomunikasi langsung. Upacara grebeg menjadi medium bagi para
wakil dari propinsi datang dan menghaturkan upeti, hasil bumi dan bergembira
ria di keratin.
Nilai hidup perayaan gunungan akan senantiasa menjadi ghirah dalam
denyut nadi kehidupan masyarakat Jawa, karena ada proses saling memberi nilai
dan pemahaman hidup untuk menjaga martabat diri, keluarga, dan bangsa.
Eksistensi dan ketahanan kearifan lokal dalam upacara gunungan menggariskan
satu isyarat bahwa posisi raja dimata rakyatnya masih menempati posisi sentral.
Di tengah hingar bingar budaya kontemporer yang menyeringai kearifan lokal
masyarakat, gunungan grebeg hadir sebagai sebuah oase. Grebeg memberikan sebuah
harapan dan optimisme hidup yang selalu diwariskan kraton kepada rakyatnya.
Masayarakat Jawa yang masih kental dengan nilai kejawaan dan lokal geniusnya,
mendefinisikan budaya lokal sebagai sebuah nilai hidup. Dimana dengan mengikuti
upacara gunungan grebeg, masyarakat menaruh harapan, optimisme dan pertautan
hidup yang lebih baik.
Di tengah kondisi sosial-budaya dan politik yang silang sengkarut, perumusan
Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta (RUUK-Y) yang semakin mengambang,
sudah saatnya upacara grebeg menemukan aktualisasinya. Aktualisasi nilai
historis dari upacara grebeg diharapkan akan mampu menyatukan suara demi
keistimewaan Yogyakarta.
Upacara gunungan grebeg yang dilaksanakan sebagai upaya pelestarian nilai
ajaran islam dan kearifan lokal Jawa diharapkan akan (sedikit) mampu memberikan
oase harapan hidup. Ada makna, nilai dan filosofis hubungan antara raja sebagai
pengayom dan rakyat yang diayomi. Dimana raja mentransformasikan nilai-nilai
upacara gunungan untuk lebih melihat dan menaruh perhatian terhadap kondisi
sosial-budaya, ekonomi dan politik yang berkembang. Upacara grebeg merupakan
bentuk penyatuan semangat dan harapan antara raja dan rakyat demi kesatuan
daerah istimewa Yogyakarta.
Sumber-sumber :
§ http:// solopos.com
Dr Itua, HIV tedavisi, ben 10 yıldır bir ARV Tüketimi olmuştur. bloglar sitesinde Dr Itua'yla karşılaşıncaya kadar acı çekiyorum. HIV'im ve konumum hakkında her şeyi ona e-postayla gönderdim ve ona her şeyi açıkladım ve beni tedavi edeceğinden korkacak hiçbir şey olmadığını söyledi. , bana garanti verdi. Maddelerin ücretini ödememi istedi. Bu yüzden tedavi ettiğimde şükran göstereceğim ve şifa veren bitkilerinin ifadesini vermek, geri kalan HIV için yapacağınız şeydir. ve diğer hastalıklar Dr Itua'nın iyi çalışmalarını görebiliyor. 5 iş günü içerisinde postaneme gelen EMS Kurye servisi aracılığıyla bitkisel ilacını aldım.Rr Itua dürüst bir adam ve iyi çalışması için onu takdir ediyorum. Onu takdir etmek ve arkadaşlarımın geri kalanını takdir etmek, hapları almaktan ve o şişko belleğe sahip olmak benim için bir kabustur. Benim de neyden bahsettiğimi anlayacaksın. O zaman şimdi olmasa da, özgür ve sağlıklıyım. Dr Itua Herbal Center'a teşekkür ederim. Onun da takvimi var. bana yakın zamanda göndermiş, Kanser, Uçuk, Fibromiyalji, Hiv, Hepatit B, Karaciğer / Böbrek İnflamatörü, Epilepsi, Kısırlık, Fibroid, Diyabet, Dercum, Copd, ve ayrıca Ex Lover'ı Geri Getirmek gibi her türlü hastalığı tedavi ediyor. Burada Onun İletişim .drituaherbalcenter @ gmail.com Veya Whats_app Numarası +2348149277967
BalasHapusblog nya udah bagus tapi tulisan muter muternya sangat menggangu sekali :(
BalasHapus