HIV
dan AIDS
PENGERTIAN
Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan
virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut
juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat
dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Gejala dan Komplikasi
Berbagai gejala
AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan
tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi
oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV
memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher
rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita
AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien
AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di
wilayah geografis tempat hidup pasien.
1.
Penyakit paru-paru utama
Pneumonia
pneumocystis (PCP)[10] jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit
ini adalah fungi Pneumocystis
jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera
menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan
indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya
indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.
2.
Penyakit saluran
pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini
terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes
simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.[13]
Diare kronis yang tidak
dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab;
antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium
avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa
kasus, diare terjadi sebagai
efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek
samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare
dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium
difficile). Pada stadium
akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan
cara saluran
pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin
merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[14]
3.
Penyakit syaraf
dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat
menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric
sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang
telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang
disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan
menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.[15] Meningitis
kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang
menutupi otak dan sumsum
tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan,
yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati
multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga
merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70%
populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan
penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi
pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar
(multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan
setelah diagnosis.[16]
Kompleks demensia
AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya
pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang
mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.[17] Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan
kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV
terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+
dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi)
di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,[18] namun di India hanya terjadi
pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
4.
Kanker dan tumor
ganas (malignan)
Pasien dengan
infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya
beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus
Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi
(KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).[21][22]
Sarkoma Kaposi
adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan
tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus
herpes manusia-8 yang juga disebut
virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam
bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah
bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker
yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening,
misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma),
diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma
sistem syaraf pusat primer, lebih sering
muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma
ini sebagian besar disebabkan oleh virus
Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher
rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS.
Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang
terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus
besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi
HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan
dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab
kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[23]
5.
Infeksi
oportunistik lainnya
Pasien AIDS
biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium
avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar
(kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata
(retinitis
sitomegalovirus), yang dapat
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium
marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah
tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[24]
Penyebab
HIV yang baru memperbanyak diri tampak
bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang
sel tersebut; dilihat dengan mikroskop
elektron.
AIDS merupakan
bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia,
seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya
menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan
berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV
awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+
di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya
perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan
rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat
bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang
lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat.
Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya
seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara
alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda,
yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata
waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan
hidup.
·
Penularan seksual
Penularan
(transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks
oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks
oral reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena
pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap
rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]
Penyakit
menular seksual meningkatkan
risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan
juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan
sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko
terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh
adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.[36]
Transmisi HIV
bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada
berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus
kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah
RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon,
ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar
terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain
yang lebih mematikan.
·
Kontaminasi
patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang
mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan pemakaian narkoba.
Jalur penularan
ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme
biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya
merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua
infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat
Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang
digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure
prophylaxis dengan obat
anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan
lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat
juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di
Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang
tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub
Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara
di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui
fasilitas kesehatan.[42]
Resiko penularan
HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju,
pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian,
menurut WHO, mayoritas
populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara
5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".[43]
·
Penularan masa
perinatal
Transmisi HIV dari
ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan
saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak
selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang
ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus
pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya). Menyusui meningkatkan
risiko penularan sebesar 4%.[45]
Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi
yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization
tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian,
kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan
untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak
sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World
Health Organization untuk infeksi HIV
digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di
negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
a.
Sistem tahapan
infeksi WHO
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan
jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan
penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T
CD4+ (sel/mm³) jumlah RNA HIV
per mL plasma
Pada tahun 1990, World
Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk
pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[46] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan
kondisi ini adalah infeksi
oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang
sehat.
- Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
- Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas yang berulang
- Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
- Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
b.
Sistem klasifikasi
CDC
Terdapat dua definisi
tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga
AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus
tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun 1982, dan
mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun 1993, CDC memperluas
definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+
di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut,
baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap
dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per
µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah
sembuh.
c.
Tes HIV
Banyak orang tidak
menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara
seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di
pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi
fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani
pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi
di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis,
harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian
Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun
demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi
yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi.
Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi
antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum
dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus
untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di
negara-negara maju.
Pencegahan
Perkiraan
risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[52] |
||
Rute paparan
|
Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan dengan sumber yang terinfeksi |
|
Transfusi darah
|
9.000[53]
|
|
Persalinan
|
2.500[44]
|
|
Penggunaan jarum suntik bersama-sama
|
67[54]
|
|
Hubungan seks anal reseptif*
|
||
Jarum pada kulit
|
30[57]
|
|
Hubungan seksual reseptif*
|
||
Hubungan seks anal insertif*
|
||
Hubungan seksual insertif*
|
||
Seks oral reseptif*
|
||
Seks oral insertif*
|
||
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral yang dilakukan kepada laki-laki |
Tiga jalur utama
(rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi,
serta dari ibu ke janin atau bayi selama
periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV
dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang
yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan
cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat
diabaikan.[59]
§
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi
HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu
yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[60] Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom
wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual
lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa
penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira
80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom
digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[61] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan
dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah
satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi
HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom
menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat
melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[62]
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar
minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah
ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita
memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk
memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini
kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk
sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif
terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan
strategi pencegahan HIV yang penting.[63]
Penelitian
terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan
penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum
terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun,
penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan
kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga
mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan
transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan
Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki
menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar
50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi
HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli
mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki
bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi
dampak dari usaha pencegahan ini.[66]
Pemerintah
Amerika Serikat dan berbagai
organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko
terkena HIV melalui hubungan seksual.[67] Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:[68]
“
|
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan, Cegah dengan kondom. |
”
|
§
Kontaminasi cairan
tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran
yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks
ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi
HIV.
Semua organisasi
pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan
bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba
(termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan
lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk
tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan
oleh fasilitas kesehatan dan program
penukaran jarum. Di sejumlah
negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan
jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa
perlu resep dokter.
§
Penularan dari ibu
ke anak
Penelitian
menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission, MTCT).[69] Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan
mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan
tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan
pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005, sekitar 700.000
anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke
anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[70] Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir
90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.[5]
Penanganan
Abacavir – Nucleoside analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau
NRTI)
Struktur kimia Abacavir
Sampai saat ini
tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran
kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung
setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure
prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP
juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak
badan, mual, dan lelah.[71]
1.
Terapi antivirus
Penanganan infeksi
HIV terkini adalah terapi
antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART).[72] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV
sejak tahun 1996, yaitu setelah
ditemukannya HAART yang menggunakan protease
inhibitor.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat
(disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau
"kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease
inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak
daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif
untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[73] Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang
dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih
waktu memulai perawatan awal.[74]
Perawatan HAART
memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah)
pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan
gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan
gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan.[75][76] Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk
membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.[77] Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada
kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan
drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.[78][79][80] Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan
kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan
selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.[25] Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4
sampai 12 tahun.[81][82] Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh
persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena
adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi
antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang
resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi
antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh
manfaat dari penerapan HAART.[83] Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur
untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah
kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit
kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena
adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan
lain-lain yang harus dijalankan secara rutin .[84][85][86] Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam
penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.[87][88]
Obat
anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia
tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS
tersebut.[89]
2.
Penanganan
eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat
bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik)
karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga
negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan
perawatan harian.[89] Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target
yang sulit bagi vaksin.[89]
Beragam penelitian
untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat,
penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan
urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi
oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi
HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B
disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko
terinfeksi.[90] Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik
tersebut.[71]
3.
Pengobatan
alternatif
Berbagai bentuk
pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah
perkembangan penyakit.[91] Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf
tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri;
namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.[92] Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa
tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada
perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.[93]
Beberapa data
memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang
dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian
(mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang
baik.[94] Suplemen vitamin A pada anak-anak
kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat.[94] Pemakaian selenium dengan dosis
rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya
peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping
terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.[95]
Penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit
efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan
kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari
beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting
dari pemakaiannya.[96]
Namun oleh
penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar
menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin.[97] Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju
metabolisme basal sel eukariota[98] dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.[99]
Epidemiologi
██ 15–50% ██ 5–15% ██ 1–5%
|
██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5%
|
██ <0.1% ██ tidak
ada data
|
UNAIDS dan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama
kali diakui tahun 1981, membuat AIDS
sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru
saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun 2005 dan lebih dari
setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.[5] Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4
dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah
terbesar sejak tahun 1981.[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6
sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari
mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64%
dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari
tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0
juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak
mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn
perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi),
melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta)
(11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar
infeksi HIV di dunia.[100] Di 35 negara di Afrika dengan perataan
terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa
penyakit.[101]
Sejarah
AIDS pertama kali dilaporkan
pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan
sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis
jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.[102]
Dua spesies HIV
yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih
mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di Afrika Barat.[103] Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1
berasal dari simpanse Pan
troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[104] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli
berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata
lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[105] Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV
AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun
1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.[106][107] Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario
tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.[108][109][110]
Sosial dan Budaya
Ø
Stigma
Ryan White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan alasan
terinfeksi HIV.
Hukuman sosial
atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS
terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan,
penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji
coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan
kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi
HIV.[111] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk
melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk
memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat
dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya
penyebaran HIV.[112]
Stigma AIDS lebih
jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
- Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.[113]
- Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.[113]
- Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[114]
Stigma AIDS sering
diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan
narkoba melalui suntikan.
Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau
biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih
tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.[115] Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan
hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara
pasangan yang belum terinfeksi.[113]
Ø
Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di
beberapa negara di Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda
HIV dan AIDS
memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan
kemampuan produksi (human capital).[5] Tanpa nutrisi yang baik,
fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di
negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat
bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan
bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di
daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim
piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.[116]
Semakin tingginya
tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya
populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih
sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja
yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti
pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga
akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan
mekanisme produksi dan investasi sumberdaya
manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya
pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan
meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak,
mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang
tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib
pajak akan semakin terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk
penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit),
penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama
mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa
menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada
pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.[116]
Pada tingkat rumah
tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran
kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan
berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran
pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya
dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah
tangga lainnya.[117]
Ø
Penyangkalan atas
AIDS
Sekelompok kecil
aktivis, diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS,
mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS,[118] keberadaan HIV itu sendiri,[119] serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk
menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh
komunitas ilmiah,[120] walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon yang tidak efektif
terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.[121][122][123]
Saya Helena Paula dan saya TEXAS USA. Saya sangat senang atas bantuan Dr. KADIRI. Saya di sini untuk memberikan kesaksian saya tentang TUHAN bahwa Allah telah mengutus saya untuk membantu saya dalam hidup saya. Saya terinfeksi HIV 3 tahun yang lalu, saya pergi ke banyak rumah sakit untuk pulih, namun sampai hari yang setia saya tidak menemukan solusi, saya melihat sebuah blog online dimana seseorang mengatakan bahwa Dr. KADIRI sedang menyembuhkan seorang wanita yang terinfeksi HIV. lalu dr seorang pria lain. Aku melihatmu sekali lagi di WEDDING. herpes Saya memutuskan untuk menghubungi dia melalui e-mail, menghubungi dia dan mengatakan kepadanya bahwa saya positif HIV selama 3 tahun dan mengatakan kepadanya bahwa jika saya dapat mempercayainya dengan niat baik, dia dapat menyembuhkan saya. Dia meminta saya untuk foto saya dan beberapa rincian lainnya dan dia ingin saya mengirim uang untuk menjual ramuan herbal untuk menyiapkan obat-obatan. TEXAS memberi saya beberapa hari setelah minum beberapa obat herbal di AS dan dia memberi saya resep bagaimana cara menggunakan obat-obatan, saya pergi ke rumah sakit untuk menjalani tes 14 hari setelah menggunakan obat tersebut sebagai resep dan tes HIV negatif, yaitu HIV Free Generation. Saya tidak percaya itu, saya pergi ke lima rumah sakit yang berbeda dan dalam setiap kasus tesnya masih negatif. Sungguh menakjubkan, tapi itu benar. Nah, jika Anda bosan dan segala macam penyakit fatal, saya memikirkan semua testimoni tentang hal itu di internet tentang hal itu, pria yang sangat hebat, inilah emailnya: drkadirinaturalmedicine1990@gmail.com atau nomor telepon Whatsapp + 2349064652903
BalasHapusJika Anda menderita HIV, herpes, kanker, sifilis, asma, epilepsi, konveksi, diabetes, human papillomavirus (HPV), hepatitis B atau penyakit lainnya, Anda perlu mengajukan permohonan untuk penyembuh ajaib dan ajaib ini. [Drkadirinaturalmedicine1990@gmail.com] Jika Anda memiliki masalah, Anda harus bertanya kepada saya bahwa ini adalah EMAIL'im saya helenapaula1120@gmail.com dan facebook Helena Paula.Thank Anda
Dr Itua, HIV tedavisi, ben 10 yıldır bir ARV Tüketimi olmuştur. bloglar sitesinde Dr Itua'yla karşılaşıncaya kadar acı çekiyorum. HIV'im ve konumum hakkında her şeyi ona e-postayla gönderdim ve ona her şeyi açıkladım ve beni tedavi edeceğinden korkacak hiçbir şey olmadığını söyledi. , bana garanti verdi. Maddelerin ücretini ödememi istedi. Bu yüzden tedavi ettiğimde şükran göstereceğim ve şifa veren bitkilerinin ifadesini vermek, geri kalan HIV için yapacağınız şeydir. ve diğer hastalıklar Dr Itua'nın iyi çalışmalarını görebiliyor. 5 iş günü içerisinde postaneme gelen EMS Kurye servisi aracılığıyla bitkisel ilacını aldım.Rr Itua dürüst bir adam ve iyi çalışması için onu takdir ediyorum. Onu takdir etmek ve arkadaşlarımın geri kalanını takdir etmek, hapları almaktan ve o şişko belleğe sahip olmak benim için bir kabustur. Benim de neyden bahsettiğimi anlayacaksın. O zaman şimdi olmasa da, özgür ve sağlıklıyım. Dr Itua Herbal Center'a teşekkür ederim. Onun da takvimi var. bana yakın zamanda göndermiş, Kanser, Uçuk, Fibromiyalji, Hiv, Hepatit B, Karaciğer / Böbrek İnflamatörü, Epilepsi, Kısırlık, Fibroid, Diyabet, Dercum, Copd, ve ayrıca Ex Lover'ı Geri Getirmek gibi her türlü hastalığı tedavi ediyor. Burada Onun İletişim .drituaherbalcenter @ gmail.com Veya Whats_app Numarası +2348149277967
BalasHapus